Rabu, 17 April 2013

SIAPA?

SIAPA?
(Sebuah Cerita Pendek Oleh : Deny Joe)


            “Siapakah dia? Sepertinya raut wajah itu tak asing buat saya. Lalu kenapa dia ada disini?”

****

            Dia masih terlihat tampan seperti kemarin, cuma kali ini dia agak sedikit urakan. Matanya juga agak merah,  Kenapa dengan matanya? Mungkin dia kebanyakan tidur, seharian tadi sebelum kita bertemu disini setiap kali saya tanya kegiatanya pasti dia bilang : “Nggak ngapa-ngapain, lagi tiduran aja!” atau mungkin akibat hawa panas dapur restoran ini yang menguap terbawa aliran angin dari Air Conditioner ke matanya? Mungkin juga karena pantulan cahaya yang mengenai jaketnya yang juga berwarna merah ? Atau mungkin karena saya?
            Dia masih memainkan jarinya,  dengan cara mematah-matahkan ruasnya. Saya pikir benar-benar patah karena beberapa kali saya mendengar bunyi “JTAK!” yang cukup kencang. Saya tak berani bicara. Matanya melirik kesana-kemari tapi dengan posisi kepala dan muka yang tidak bergerak sama sekali, yang terlihat hanya kerutan alisnya sesekali. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu. Mungkin sesuatu yang ada didalam pikirannya yang membuat matanya menjadi merah. Tapi apa? Mungkinkah saya?
            “Ini pesenan makanannya mbak.” Tiba-tiba seorang pelayan datang membawakan makanan yang saya pesan beberapa menit yang lalu.
            “Iya mbak terimakasih ya..” Jawab saya.
            Pelayan itu cuma menganggukkan wajahnya. Tapi sebelum berbalik pelayan sempat menoleh ke arah dia, dan dia cuma menyunggingkan senyumnya. Wah manis sekali senyuman itu. Sepertinya saya memang ingin sekali memiliki senyuman itu secara utuh. Agar setiap waktu bisa saya ciumi manis senyumnya.
            “Beneran kamu ga mau makan?” Sekali lagi saya menawarkan makan kepada dia. Jangan sampai nanti pertanyaan saya tentang matanya yang merah mendapat jawaban : Matanya merah karena dia berusaha menahan lapar.
            “Bener, kamu aja. Saya udah makan. minum saja!” dia menjawab pertanyaan saya singkat.
            “Yasudah.. Saya makan ya…”
            Kemudian saya mendekatkan piring makan saya dan mulai memakannya. Terlihat dia mengeluarkan sebungkus rokok dan mengambilnya satu batang, lalu menyulutnya. Dia tersenyum kepada saya. Kepalanya pun saya lihat bergerak manggut-manggut tak kencang mengikuti alunan lagu yang dibawakan oleh Home band yang penyanyinya berambut gondrong dengan setelan hitam berompi yang tentu saja saya kenal.

****

            “Siapakah dia? Sepertinya raut wajah itu tak asing buat saya. Lalu kenapa dia ada disini?”

****

            Saya dan dia bediri mematung didepan restoran yang masih ramai dengan pengunjung meski waktu sudah hinggap pada jam malam. Waktu serasa berhenti tak ada kata yang lagi terucap. Yang ada hanyalah bingung yang menyeruak masuk kedalam rongga dada saya. Saya dan dia tak berdaya. Lumayan lama kami terjebak dalam diam seribu bahasa. Terjebak dalam percakapan buntu. Yang ada hanyalah bisu.
            Saya terus diam menunggu mulutnya mengeluarkan suara. Menunggu dia bicara. Namun sesaat saya lihat kembali dia mengambil rokok dari saku kemejanya. Matanya masih tetap merah, tapi tangan dan bibirnya yang sedari tadi terlihat gemetar berangsur meledar. Ketika sesaat dia menghisap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskan asapnya. Dia pun sedikit terlihat tenang.
            “Kamu saya antar pulang ya?” Gelondongan kebekuan seketika pecah dan mencair oleh pertanyaannya.
            Saya hanya tersenyum simpul menjawab pertanyaannya. Demi apapun sebenarnya saya tidak ingin pulang. Saya ingin tetap disini menatap matanya yang merah, menatap senyumnya yang manis, walaupun kuping saya kurang begitu puas dengan sikap dia yang dingin dan sedikit bicara. Tapi sesaat kemudian indera pendengar saya terasa kembali bekerja ketika dia mengulangi pertanyaannya.
            “Kamu saya antar pulang ya!!??” kali ini dengan suara agak lebih keras.
            “Tidak usah, saya pulang sendiri saja, lagian rumah saya tidak jauh kok dari sini.”
            “Udah ga usah nolak! Pokoknya kamu saya antar pulang ya!”
            Kembali saya tak bisa menjawab pertanyaannya, semoga senyuman saya bisa menjelaskan semuanya bahwa sebenarnya saya sangat ingin dia mengantar saya pulang sampai kerumah.
            “TAKSI!!!!!!!!!!!!!!”
****
            “Siapakah dia? Sepertinya raut wajah itu tak asing buat saya. Lalu kenapa dia ada disini?”

****

            Siapa dia sebenarnya. Kenapa walaupun saya baru saja bertemu dengan dia, tetapi seperti saya sudah lama mengenalnya. Yang paling aneh adalah kenapa sejenak baru saja dia pergi tiba-tiba saya merasa rindu? Kenapa saya merasa merasakan nyaman ketika saya ada didekatnya? Semoga ini bukan karena matanya yang merah.
            Saat-saat seperti ini sepertinya harus saya bungkus dengan mengucap beribu syukur. Meski seharian tadi saya merasa sangat tersiksa dengan rutinitas saya. Kuliah dan bekerja dibelakang meja dan mesin kasir yang seolah akan menelan saya. Saya juga berterima kasih kepada penyanyi berambut gondong direstoran tadi yang telah mengenalkan saya dengan dia. Rindu yang berubah resah semoga sampai kepadanya melalui angin malam ini yang membuat saya menggigil dingin. Dan semoga tempat tidur tua yang telah saya tiduri sejak kecil ini bisa membawa saya ke alam mimpi yang akan mempertemukan kembali saya dengan dia.
            Tapi sesaat ketika saya hendak memejamkan mata saya tiba-tiba terdengar ada yang mengetuk pintu kamar saya.
            “Iya bu….” Segera saja saya membukakan pintu kamar saya dan ternyata memang benar ibu saya telah berdiri di balik pintu.
            “Iya bu… ada apa?”
            “Siapa laki-laki yang mengantar kamu pulang tadi?”
            “Teman bu.”
            “Teman siapa?”
            “Teman saya bu.”
            “Kok ibu ga pernah lihat dia sebelumnya?”
            “Baru ketemu tadi bu!”
            “Ooohh… tapi kok ibu ngerasa ada yang aneh ya?” 
            “Maksud ibu?”
            “Iyaa.. maksudnya ibu kok seperti tidak asing dengan laki-laki itu.”
            “Tidak asing bagaimana? Memangnya ibu memperhatikan dia tadi?”
            “Iya.. ibu memperhatikannya. Siapa dia sebenarnya?”
            “Waah.. saya ga tau bu… sudah ya bu, saya ngantuk. Saya mau tidur dulu.”
            “Ya sudaaahh….!!!”

****

            “Siapakah dia? Sepertinya raut wajah itu tak asing buat saya. Lalu kenapa dia ada disini?”

****

            Saya duduk berhadap-hadapan dan menatap matanya dalam. Saya melihat ada masa lalu yang kelam. Saya melihat ada rangkaian cerita yang tersulam. saya merasa sebentar lagi saya akan dihantam oleh dendam yang sudah lama terpendam.
            “Kamu inget ga? Dua belas tahun lalu ketika kamu berumur delapan tahun, ibu menikah dengan orang yang sekarang menjadi papa kamu?” Setelah menelan roti yang ada didalam mulutnya dan meminum kopi yang sudah tidak mengepulkan uap, ibu mulai angkat bicara.
            “Iya bu, saya ingat! internal memori saya cukup mempuyai ruang untuk menyimpan itu.”
            “Kamu ingat siapa nama ayah kandung kamu?”
            “Saya sudah melupakannya bu. Bahkan saya sudah tidak ingin lagi mengingat lelaki keparat itu.”
            “Coba kamu ingat-ingat lagi.”
            “Untuk apa bu, saya tidak mau mengingat orang yang sudah menerlantarkan kita. Apa ibu lupa, dengan seenaknya dia mengencani ibu, menghamili ibu, dan karena takut sama istrinya dia lalu membuang kita! Tidak akan pernah sudi saya memanggil ayah kepada bajingan macam dia! Kenapa kita harus mengingatnya bu? Kita sudah bahagia sekarang. Papah walaupun bukan ayah kandung saya, dia baik sama saya seperti anaknya sendiri. Coba ibu bayangkan jika papah tidak ada? Ibu akan punya anak tanpa suami dan saya akan lahir tanpa ayah! Lelaki bajingan!!!! BANGSAT!!!!”
            Saya melihat mata ibu memerah. Tapi tidak sama dengan mata dia yang juga berwarna merah. Saya melihat ada luka lama disana, ada kelabu di mata ibu.
            “Kamu tidak tahu kan, kalau ayah kandungmu itu punya anak lelaki dari istrinya??”
            “Tidak tahu, kenapa memangnya? Lagi pula, untuk apa saya tahu?”
            “Dulu waktu ibu masih berhubungan dengan ayah kandungmu, ibu pernah bertemu dengan anaknya.”
            “Lalu….???”
            “Anaknya bernama Deni..”
            “Deni??”
            “Iya Deni Priatna!!”
****

            “Siapakah dia? Sepertinya raut wajah itu tak asing buat saya. Lalu kenapa dia ada disini?”

****

            “Heeiii bang.. maaf  ya telat, ini buku pesanannya..” Dengan segera saya meminta maaf kepada teman saya yang seorang penyanyi berambut gondrong dengan setelan hitam berompi.
            “Oh iya gapapa…wooww… mantaapp… berapa nih harus gue bayar?”
            “Ah.. elu bang,, santai aja… belum mulai bang acaranya??”
            “Belum bentar lagi mungkin, Oia lupa kenalin, ini temen gue Deni!”
            Dengan segera saya menyodorkan tangan saya kearah temannya yang tidak saya sadari sudah ada disana sejak tadi. Dia menyambut tangan saya dengan dengan jabatan tangan yang mantap.
            “Hallo gue Arien!”
            “Hey.. gue Deni, Deni Priatna. Nice to meet you!”
           
            (denyjoe at gudangkubus 25 Mei 2012, 3:09:13 am)

0 komentar: