Kemiskinan seringkali dituding sebagai sumber kriminalitas. Sehingga banyak dari kita kemudian melihat para anak jalanan dengan tatapan curiga. Takut kalau-kalau dibalik baju mereka terselip sebilah pisau yang siap menggorok batang leher kita. Walhasil, anak-anak jalanan yang seharusnya kita santuni , yang seharusnya mendapat uluran tangan kita, justru kita tuding sebagai biang kerok kejahatan! Mereka yang seharusnya mendapat perhatian kita justru kita pandangi dengan sorot mata yang sama persis ketika kita memandang copet.
So, tidak heran jika kemudian kita menganggap mereka seperti najis yang harus kita singkirkan. Dan aparat pun bergerak, menggaruk anak-anak jalanan dan para gembel. Menyingkirkan mereka dari muka bumi ibu kota. Sumber kriminalitas, mengganggu tata kota meresahkan warga, serta setumpuk alasan-alasan lainnya yang seolah membenarkan kalau anak-anak jalanan dan kaum gelandangan itu memeng patut disingkirkan.
Padahal bukan kemiskinan yang jadi sumber kriminalitas, bukan anak-anak jalanan dan kaum gembel itu yang jadi sumber kejahatan, tapa kesenjangan social yang menimbulkan rasa iri dan kepedulian sosial yang telah mati, dan itulah sebab kriminalitas semakin menggila. Kalau pun benar kemiskinan adalah sumber kriminalitas, apa kita lupa kalau kekuasaan sering kali melahirkan kekejaman?
Masih ingat pembantaian jutaan orang yang dilakukan oleh Hitler?? Atau sudah hilangkah bau amis darah rakyat irak dari hidung kita ketika Bush membombardir negeri mereka dengan ratusan rudal?? Kriminalitas terbesar dan terkejam justru sering kali bersumber dari penguasa dan kekuasaan!
“Seandainya Tuhan mengungkapkan semua kejahatan ke meja pengadilan, pastilah kasus terbanyak dan terkejam bukan dating dari para anak jalanan, tapi dari orang-orang yang berada diwilayah kekuasaan.” Tentu saja bukan tanpa alasan. Seorang gembel tidak mungkin menggerakan mesin perang untuk membantai ribuan orang, iya tho?
Karena itu ketika semua orang sibuk mencari pemimpin bangsa, ketika para dewan sibuk menyusun kriteria calon presiden dan wakil rakyat. Saya hanya punya satu harapan yang mungkin bisa dikatakan sangat sederhana sekali. Saya hanya ingin seorang pemimpin yang mampu melihat dan memperlakukan anak-anak jalanan sebagai manusia. Seorang pemimpin yang mau memberikan pakaian bagi mereka yang telanjang, yang mau memberikan makan bagi mereka yang kelaparan, dan memberikan perlindungan ketika mereka merasa terancam. Juga seorang pemimpin yang pintu rumah mereka selalu terbuka bagi pakir miskin yang kelaparan.
Alasannya pun sangat sederhana, “Sebab tidak ada seorang pun yang mau dilahirkan sebagai anak jalanan. Kemiskinan jelas bukan kehendak mereka bukan juga takdir dari tuhan. Sebab tuhan tidak mungkin menghadirkan mereka kedunia hanya untuk merasakan kelaparan. Dan sungguh mati, tidak semua anak jalanan dan orang miskin itu pemalas. Kebanyakan mereka menjadi miskin karena kewajiban mereka yang selalu dituntut sementara hak yang seharusnya mereka dapatkan dizalimi. Anak-anak jalanan dan mereka yang hidupnya terlantar berhak atas perlindungan dan pendidikan yang layak. Tapi hingga saat ini, hanya penggusuran dan penggarukan yang kerap didengar….”. (Deni_P/take from ETNIX)
Rabu, 07 Januari 2009
ANAK KOTA YANG TERBUANG
04.39
No comments
0 komentar:
Posting Komentar