Senin, 24 Januari 2011

KARENA AKU ADALAH SEEKOR LALAT



KARENA AKU ADALAH SEEKOR LALAT
(Sebuah CERPEN oleh : DENY JOE)

Ini adalah aku…
Aku yang banyak mendapat julukan dari orang-orang itu, mungkin kekaguman, kebencian, atau mungkin ungkapan perasaan jijik mereka. Mereka menyebutku penjahat, mereka menyebutku penjilat, mereka menyebutku kotor, mereka menyebutku menjijikan, dan aku tak hirau apalagi menangisi cemooh mereka tehadapku. Aku tak peduli karena aku adalah hanya seekor lalat.

“Biasakan hidup sehat, jaga kebersihan, ingat, jangan buang sampah sembarangan!” kata seorang perempuan anggun berkebaya ketat warna merah hati dengan berukat yang mengkilat, mengingatkan anak laki-lakinya yang berseragam merah putih, ini aku dengar ketika aku sedang berkeliaran bersama teman-temanku yang juga mendapatkan banyak julukan serupa denganku dari orang-orang itu.

“Iya bu… maafkan aku khilaf bu…” dengan segera anak laki-laki berseragam merah putih itu meremas bungkus eskrimnya dan memasukannya ke saku depan tas slempang bertuliskan Boy London yang penuh dengan buku itu.
Aku mengikuti mereka beberapa satuan jarak. Tapi, aku mulai kehilangan jejak mereka setelah masuk ke kawasan kumuh padat penduduk. pandanganku akan mereka mulai kabur diantara hiruk-pikuk orang-orang itu.

Aku masih bersama teman-temanku, masih menjilat, masih kotor, dan tetap menjijikan. Aku dan teman-temanku tak hirau akan semua julukan itu. karena perut kosong ini harus terisi, kerongkongan kering ini harus terbasuh, agar ketika malam mulai menjelma aku dan temn-temanku bisa leluasa bermimpi. Sama seperti mimpi seorang perempuan anggun berkebaya ketat warna merah hati dengan berukat mengkilat, yang memimpikan anak lakilakinya yang berseragam merah putih menjadi seorang yang bisa hidup dengan sehat, selalu menjaga kebersihan dan tidak membuang sampah sembarangan.

“Tahu apa kau? Sudahlah kau jangan sok mengaturku! Lagian kan ini cuma selembar kertas usang.. dan tak mungkin membuat banjir!kau juga harus tahu kalau kertas ujian ini aku bawa pulang kerumah, ibuku akan marah besar, lihatlah! Nilaiku sama seperti warna celanaku dan rokmu. Merah!” Anak laki-laki berseragam merah putih itu membentak teman perempuan yang juga berseragam merah putih, rambutnya di kucir kuda dengan pita juga warna merah.

Seperti biasanya aku dan teman-temanku berkeliaran di tempat kotor untuk menjilat sesuatu menjijikan.

“Hey lihat! Bukanya itu anak yang kemarin?”

“Yang mana?”

“Itu anak laki-laki yang berseragam merah putih!”

“Aku tak mengenalnya.. Memang kau kenal?”

“Tidak.. tapi kemarin aku melihat dia bersama seorang perempuan anggun berkebaya ketat warna merah hati dengan berukat mengkila, Ahhh Entahlaahhh...” Aku tak peduli karena aku adalah hanya seekor lalat.


Rumah tiga petak dalam kerumunan rumah serupa, Barantakan! Tak ada lukisan tergantung di dinding yang kumal hanya potret hitam putih 10R yang diujungnya membercak kotor yang tergantung, tak ada pas bunga apalagi guci keramik terpajang disudut petakan paling depan, hanya ada meja kecil penyangga televisi yang juga kecil, bertabung cembung.
“Kreeekkkk”
Pintu depan terbuka, anak kecil berseragam merah putih muncul dicelah pintu yang terbuka perlahan, membuka sepatu yang yang mulai berlubang dialasnya, keningnya mengeryit, matanya terbelabak, petakan ruang depan tampak berantakan, memang selalu berantakan! tapi kali ini lebih dari biasanya..

“Ada apa ini? Banyak sampah,kotor sekali? Kemanakah ibu?” Anak kecil berseragam merah putih itu membatin seketika.

Kemudian anak kecil berseragam merah putih itu memindikan kaki perlahan menuju petakan kedua, terdengar dengus nafas yang sengal dan erangan ibu seolah kesakitan, penasaran memenuhi kepalanya, dengan cepat ia melongok celah pintu kamar yang tak rapat.

“Sedang berbuat apakah ibuku? Siapa lelaki yang menindih ibuku wajahnya tak seperti ayah? Lagian sejak aku lahir tak pernah aku melihat ayah, aku hanya pernah melihatnya melalui potret kecil usang dalam kotak dalam lemari yang terkunci, dan teman-temanku kadang menyebutku anak haram, kotor, najis,dan menjijikan mungkin karena aku dilahirkan tanpa seorang ayah.Kenapa ibuku menjerit kesakitan? Orang jahatkah lelaki itu?” Anak kecil berseragam merah putih itu kembali membatin penuh tanya.

“ Eh ade udah pulang? Ko ga ngucapin salam?” kata seorang perempuan anggun yang kali ini tak berkebaya ketat warna merah hati dengan berukat yang mengkilat, tapi hanya berikat kain polos dengan peluh masih terlihat dikeningnya.

“KENTANG!!!” Gumam seorang lelaki berkumis setengah tua sambil membenarkan resleting celananya dan kembali mengenakan kaosnya.

“Ini aku kasih setengah saja! Untuk puncak yang belum tersentuh!” lelaki berkumis setengah tua itu memberikan uang lembaran warna merah jambu.

“ Dasar perempuan jalang, sampah, penjilat, kotor, menjijikan! Lalu kenapa aku menikmatinya? Ah persetan! Aku tak peduli, mungkin aku adalah seekor lalat! hahahahahah” lelaki berkumis setengah tua mengerutu sendiri didalam mobilnya sambil menyetir keluar dari kawasan kumuh padat penduduk. Melewati beberapa tempat tumpukan sampah yang menggunung.

__Lelaki itu ternyata baik, atau pura-pura baik, atau justru malah penjahat, penjahat kelamin? Anak kecil berseragam merah putih diselimuti Tanya yang tak terjawab___


Televisi kecil di ruang depan kali ini tengah menyala, tapi film kartun kesukaan anak kecil itu telah usai, berganti iklan dan sekilas berita.

“Tahan!! Coba lihat, bukannya itu lelaki berkumis setengah tua yang kemarin ada di kamar ibu? Sedang apa lelaki itu muncul di televisi? Bahasanya terlalu rumit untuk ku mengerti, mungkin nanti kalau aku sudah besar baru aku bisa mengerti, yang aku tahu hanya tulisan dibawah gambar lelaki berkumis setengah tua itu yang dapat kubaca: DIRUT PT. KELOLA SAMPAH JADI TERSANGKA KORUPSI, apa pula ini? Entahlaaahhh…” Anak kecil yang kali ini tak berseragam merah putih itu bergumam.

Gedung pajang membujur terpetak-petak seperti barak, terlihat banyak anak-anak berseragam merah putih lalu lalang disana, ada juga beberpa orang tua berseragam safari disana, ini yang disebut SEKOLAH DASAR. tepat disebelah kanan gedung itu agak menjorok kebelakang ada suatu tempat yang sengaja dibuat untuk menampung tumpukan sampah yang kotor. Anak-anak kecil berseragam merah putih yang melewati tempat itu akan dengan jelas membaca tulisan yang tertera didepan tempat tumpukan sampah itu: JAGALAH KEBERSIHAN, BUANGLAH SAMPAH PADA TEMPATNYA.
Aku bersama teman-temanku kali ini berada dalam tempat itu, masih menjilat, masih kotor, dan tetap menjijikan. Aku dan teman-temanku tak hirau akan semua julukan itu.

Entah datang darimana tiba-tiba rasa penasaran bergelayut dikepalaku, lalu aku mencoba mendekati suatu ruangan dimana anak kecil berseragam merah putih yang sering aku lihat ada didalamnya, dia sedang belajar, entah belajar apa aku tak tahu dan akupun juga tak mau tahu.
Tiba-tiba aku tersentak ketika anak kecil berseragam merah putih yang sering aku lihat itu mengacungkan tangannya dan bertanya kepada lelaki berseragam safari yang tengah berdiri di depan papan tulis.

“Pak guru!!! Saya mau tanya : apakah itu Korupsi??”

“ Korupsi? Mmm… apa ya? (ada-ada saja pertanyaan anak ini)”
Korupsi itu seperti penjahat, penjilat, kotor, menjijikan, seperti sampah yang harus kita bersihkan dan kita buang pada tempatnya!!!” Lelaki berseragam safari itu menjelaskan.

Aku yang memperhatikan dari balik jendela kelas itu kaget bukan kepalang. Ternyata ada lagi yang memiliki julukan yang sama dengan aku dan teman-temanku..
Perasaan senang atau perasaan sedih aku tak tahu, Senang karena ternyata julukan dari orang-orang itu tak hanya di lontarkan kepada aku dan teman-temanku. Sedih karena ternyata julukan dari orang-orang itu telah terbagi kepada orang lain. Tapi sekali lagi aku tegaskan aku tak peduli dengan semua itu karena aku adalah hanya seekor lalat.

Cinta kebersihan… Bersihkan sampah… Buang pada tempatnya…

*********

0 komentar: