Jumat, 14 Desember 2012

INIMASANYA


INIMASANYA
(Sebuah cerita pendek oleh : DENYJOE)

Tangan Kanya mengepal gemetar garang, terlihat mengejang sampai ke tulang rahang. Luapan emosi telah membakar hatinya hingga menjadi arang. Tak tahu entah sampai kapan Kanya bisa menahan berang, mungkin sekarang.
****
Sebenarnya tak ada yang istimewa dibalik tangan Juno. Baik itu bentuknya apalagi ototnya. Juno memang tak pernah menyukai olah raga, untuk sekedar push-up atau mengangkat barbel. Tapi tak tahu kenapa ketika Juno bertanya kepada teman-temannya tentang bagian tubuh nya yang paling menarik, semua teman-temannya menjawab tangannya.
“Tangan kamu itu seksi”; “Aku suka sama tangan kamu”; “Tangan kamu itu ajaib” ; “Tangan kamu kreatif”; “Tangan kamu Unyu-unyu”.
Lebih dari dua jam Juno membolak balik kedua tangannya, meneliti setiap garis dari mulai pangkal lengan sampai ujung jarinya. Juno tak menemukan apa-apa kecuali bekas luka di dekat sikut tangan sebelah kanan. “Ini bekas luka waktu aku jatuh pas main basket di SMA dulu” tak ada lagi Juno menemukan hal yang menarik dari tangannya. Kecuali benda yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Jam tangan hitam hadiah dari Kanya; Pacarnya. Jam tangan itu selalu melingkar di tangan Juno setiap harinya, sampai waktu tidur juga Juno pasti memakainya. Kecuali pada saat Juno mandi. Pernah suatu ketika Juno mandi dan lupa melepasnya, jam tangan hitam itu basah dan berhenti berputar. Untung setelah kering bisa kembali berputar, karena itu Juno sebisa mungkin tak lagi-lagi memakainya ketika mandi.
Jam tangan hitam itu biasa saja, sama seperti tangan Juno yang juga tak istimewa. Cuma ada jarum kecil bernama detik yang bergerak paling cepat bersama denyut-denyut nadi Juno, tak lelah berkeliling dengan durasi satu menit setiap putarannya. Ada jarum lebih panjang bernama menit yang berputar terus tak pernah lelah mengikuti detik dengan durasi satu jam setiap satu putaran. Kemudian ada juga jarum terpendek sebagai penunjuk jam yang berputar dengan durasi 12 jam setiap satu putaran. Cuma itu saja!! Yang membedakan selain itu adalah jam tangan hitam itu hadiah dari pacarnya: Kanya. Juno merasa kalau dia menjadi gagah kalau mengenakannya. “Mungkin semua teman-temanku menyukai tanganku karena pengaruh dari jam tangan ini? Tapi masa iya sih?” Juno mulai berfikir tentang kehebatan jam tangan itu yang bisa mempengaruhi penampilannya. Yang padahal jam tangannya cuma jam tangan biasa.
Sebelumnya Juno tidak pernah tertarik tentang jam tangan. Karenanya dia bisa dikatakan terlambat mengenakan jam tangan. Tidak seperti temannya yang sejak kelas dua sekolah dasar sudah memakai jam tangan. “ Ah ini kan Cuma masalah zaman dan kesempatan saja. Waktu kecil saya hidup di kampung, dan jam tangan tidaklah terlalu diperlukan. Rotasi kehidupan cenderung dibiarkan begitu saja. Berjalan alami. Waktu tidak terlalu mengekang kehidupan. Karenanya, orang tidak terlalu butuh jam tangan. Tidak tertekan karena waktu. Juga kesempatan, karena orangtua saya tidak pernah sekalipun terpikir untuk membelikan anaknya.”
Baru kemudian setelah Juno memakai jam tangan hitam pemberian dari Kanya itu, dia mulai memperhatikan jam tangan dan orang-orang yang mengenakannya, Ada berbagai merek dan model yang Juno lihat, cara memakainya pun berbeda, ada yang digelangkan di tangan kanan, ada juga yang digelangkan di tangan sebelah kiri. Tapi Juno tak menemukan tangan seperti tangannya yang sangat cocok dengan jam tangannya. Di kereta, di bis, di angkot, di pasar, di mall, di bioskop, di warnet, di warteg, di toilet. “Hah toilet?? Hey!! Hati-hati kalau pakai jam jangan ketoilet, kena air bisa mati tau!!” Kalimat itu muncul dengan refleks setiap kali Juno melihat siapapun mengenakan jam tangan ke toilet.
“Hah? Masa sih? Makasih ya pak”
“Jam tangan saya anti air jadi ga masalah kalaupun kena air!”
“Jam tangan saya jam tangan mahal, mana mungkin mati kena air!”
“Jam tangan saya belinya dari luar negeri mas, emangnya jam tangan mas yang belinya dari emperan!”
Buat sebagian orang jam tangan kerap dijadikan sebagai simbol dari status sosial, maka tak heran jika mereka berlomba-lomba dalam membeli jam tangan, semakin mahal dan semakin terkenal merek jam tangan yang digunakan maka semakin tinggilah nilai dan peringkat status sosialnya. Sebenarnya Juno risih dengan paradigma masyarakat yang seperti itu, tapi Juno tak bisa berbuat apa-apa. “Biarkan sajalah… itu hak mereka, toh yang dipakai buat membeli jam tangan mahal dan bermerek itu uang mereka, asal jangan uang hasil korupsi saja!” hanya itu yang bisa diucapkan oleh Juno untuk menetralisir perasaan ironisnya.
Juno memang tak mampu untuk bisa seperti mereka, jangankan seperti mereka, jam tangan hitam yang sekarang dia pakai juga dia tidak mampu beli, mungkin kalau dia tak pernah mendapat hadiah jam tangan dari Kanya, sampai saat ini juga Juno tidak akan pernah memiliki jam tangan.
“Yang penting adalah fungsi bukan gengsi!”
“Alaahh… itu kan cuma alasan ketidak mampuan elu aja Jun!”
Juno tersenyum ketika dia mendapatkan kenyataan bahwa dewasa ini, seringkali gengsi lebih diutamakan daripada fungsi. “Dunia ini memang aneh! Yang penting aku jangan ikut-ikutan aneh juga, memang benar tidak mampu seperti mereka. Tapi kan, yang terpenting aku masih bisa melihat dan mengetahui pergerakan waktu, setiap jamnya, setiap menitnya, juga setiap detiknya. Aku rasa itu sudah cukup!”
Seperti setiap pagi Juno bangun tidur, Juno selalu melihat jam tangannya yang menunjukan pukul 05:30, dengan ditandai oleh jarum panjang yang berada pada titik angka enam, dan jarum pendek berada pada posisi ditengah antara titik angka lima dan angka enam.
Seperti setiap hari senin sampai hari jumat masuk kelas kuliah, Juno selalu melihat jam tangannya yang menunjukan pukul 08:00, dengan ditandai oleh jarum panjang yang berada pada titik angka duabelas dan jarum pendek berada pada titik angka delapan.
Seperti setiap malam hari hendak tidur, Juno selalu melihat jam tangannya yang menunjukan pukul 23:00, dengan ditandai oleh jarum panjang yang berada pada titik angka duabelas dan jarum pendek berada pada titik angka sebelas.
“Hey!! Kenapa aku malah selalu memperhatikan jarum-jarum itu, jarum-jarum yang selalu berputar seperti baling baling helikopter. Membuat aku pusing! Apalagi ketika setelah pukul duabelas siang, aku makin bingung saja. Bagaimana tidak bingung, banyak orang mengatakan setelah pukul duabelas siang itu adalah pukul tiga belas dan seterusnya sampai pukul duapuluh empat. Sementara angka di jam tanganku cuma sampai angka duabelas, bagaimana ini? Aaahhh Persetan!!!! Sepertinya aku lebih suka jam tangan dengan model digital seperti punya kawan sekelasku!” Tapi sesaat Juno pun teringat ketika pertama kali Kanya meraih tangannya dan melilitkan jam tangan hitam itu ke tangannya : ‘Yangku.. sekarang punya jam tangan, aku harap yangku bisa mengukur waktu kapan harus bangun pagi, kapan saya harus berangkat kuliah, kapan saya harus menunggu kereta, dan yang terpenting yangku tahu jam berapa janjian ketemuan sama aku. Sekarang tidak ada lagi alasan untuk telat!’
“Ya Ampunnn!!!!! Hari ini aku ada janji ketemu dengan Kanya! Mampus!!”
****
Jam telah berlalu, menit telah pergi, dan detik sudah tak trlihat lagi. Kanya masih duduk di sudut cafe tempat biasa dia menghabiskan waktu bersama Juno. Berkali-kali Kanya melirik jam tangannya, lalu dahinya berkerut dan air mukanya berubah semakin gelisah. Tapi sesaat kemudian mukanya memerah, gelisah itu tiba-tiba berubah menjadi marah.
“Maaf yangku aku telat!” Dengan terpogoh-pogoh Juno mendekati dan meminta maaf kepada Kanya. Keringatnya mengucur pertanda dia sangat lelah berkejaran dengan waktu.
“Jam berapa ini? Kan sudah gue bilang jangan telat! Tapi tetap saja ga mau berubah! Ga usah tanya berapa lama gue nunggu disini!” Akhirnya tabungan kekesalan Kanya pun meledak berbuah kemarahan.
“Kok ngomongnya gue-elu? Maaf yang! Tadi aku…..”
“Pokoknya ga ada alasan!!!” Kanya memotong perkataan Juno
“Tapi yang…”
“Tidak ada tapi!! Gue ga nerima alasan apapun. Dari kemarin kita buat janji gue sudah bilang jangan telat, kan? Taik! Pantas saja mantan-mantanmu ninggalin kamu! Gue rasa dulu mereka juga di perlakukan sama seperti ini!”
“Hah apa?? TAIK?? Lu yang Taik!! Kenapa malah bawa-bawa mantan?”
“Taik! Emang benerkan begitu! Udahlah Taik kucing semuanya! ”
“Elu yang taik!”
“Elu yang taik! Elu yang taik!”
Tangan Juno mengepal gemetar garang, terlihat mengejang sampai ke tulang rahang. Luapan emosi telah membakar hatinya hingga menjadi arang. Tanpa sadar tangan Juno telah mendarat di pipi Kanya dengan gampang, dan membuat Kanya terjengkang.
‘PLAK!’
“Elu emang bangsat ya Jun!!! Gue bener-bener ga nyangka lu kaya gini!!”
“Maaf yangku… aku ga sengaja…”
“TAIK!! GUE TELAT!! PUAS LU??”
“Maksudnya apa?? Hamil?”
“TAIK!! BANGSAT!!” Dengan muka yang semakin merah, pipi yang menjadi basah karena air mata yang tumpah. Sekelebat tangan Kanya mengayun mengambil tasnya, Berputar arah kemudian pergi.
Juno mencoba meraih tangan Kanya dan menahannya pergi, tapi sepertinya Kanya sudah terlanjur kesal dan marah sehingga tak ada kuasa apapun yang bisa menghalanginya pergi. Sementara Juno masih tak percaya dengan apa yang di lihat dan didengarnya. Kaki Juno terasa lemas, Juno merasa berada di alam tak sadar. “Ada apa ini? Apa maksud dari semua ini? Kenapa kejadian ini cepat sekali?”
Juno menatap tangannya yang tadi telah dipakainya untuk menampar Kanya kekasihnya. “ Kenapa aku? Apakah ini karena jam tangan ini? Iya!! Ini karena jam tangan!! Bukan!! Ini Cuma masalah waktu!! Kenapa waktu berjalan sepertinya cepat sekali padahal putaran jam tangan ini masih normal seperti biasanya! ARGHT BANGSAT!!!!”
Juno sangat menyesal dengan semua yang terjadi, “Ini semua memang gara-gara waktu, coba kalau waktu itu tidak ada, pasti kata telat juga tidak akan pernah ada. Ya!! tidak ada waktu berarti sama dengan tidak ada kata telat; telat masuk kuliah, telat janjian, dan telat dating bulan!! Tapi apakah saya harus membenci waktu, kendati pada waktunya nanti… waktu jualah yang akan merenggut hidup saya. Jalannya hidup bisa berhenti, sementara waktu tidak akan pernah berhenti berjalan.”
Perlahan Juno pun sadar, betapa seringnya dalam kesehariannya diatur-atur oleh waktu, oleh jam tangan. Tidak pernah dia bisa membantah kehendak waktu yang berjalan, dan tidak pernah mampu meminta waktu berhenti, apalagi meminta waktu berjalan mundur. Juno tidak kuasa. Juno dikuasai waktu. Hidupnya dikuasai jam tangan yang tetap melekat pada pergelangan tangannya. Juno pun benci atas dominasinya, tapi tidak pernah membenci jam tangan pemberian Kanya, apalagi sampai mencampakkannya. Juno tetap membiarkan jam tangan menemaninya.
“Waktu begitu mendominasi kehidupan saya. Jam tangan, meski hanya sebuah benda mati, tetap seperti makhluk bernyawa yang kerap tersenyum puas saat saya tunduk pada kuasanya. Sekarang… saya harus lebih bisa menghargai waktu, selagi waktu masih memberi saya kesempatan! Tak akan lagi saya menghambur-hamburkan waktu untuk kesenangan semu semata, untuk ambisi pribadi semata, tanpa bisa berbagi waktu sedikit untuk keperluan sesama, apalagi menghabiskan waktu untuk dendam dan menyakiti orang.”
****
Tangan Kanya mengepal gemetar garang, terlihat mengejang sampai ke tulang rahang. Luapan emosi telah membakar hatinya hingga menjadi arang. Tak tahu entah sampai kapan Kanya bisa menahan berang, mungkinkah sekarang?
Tiba-tiba terdengar suara dering nada pesan ponsel Kanya, dengan perlahan Kanya membuka pesan itu dan membacanya; ‘SEPENUHNYA AKU AKAN BERTANGGUNG JAWAB ATAS SEMUA YANG TERJADI PADAKU, JUGA PADAMU YANGKU! KARENA AKU YAKIN INI ADALAH CERMINAN KITA DARI WAKTU KITA, DAN SEKARANGLAH WAKTUNYA KITA UNTUK MEMPELAJARINYA, AGAR NANTI KITA BISA LULUS PADA WAKTU UJIAN SELANJUTNYA! YA SEKARANG!!! INI WAKTUNYA UNTUK KITA BELAJAR DARI WAKTU, KARENA INI MASANYA!! Dari : LOVELY JUNO’

(denyjoe at gudangkubus 26 April 2012, 03:22:06 AM)

0 komentar: